Kamis, 17 April 2014

Pemilu Kita

Pemilu Legslatif sudah sepekan berlalu. Hiruk pikuk masa kampanye sudah benar-benar berakhir. Baliho, spanduk, ataupun poster-poster yang semula menghiasi kanan-kiri jalan, kini sudah tidak ada lagi. Entah itu dilepas secara paksa ataupun secara sukarela oleh caleg itu sendiri. Yang pasti suasana ini telah menjadi seperti biasanya. Tak ada pawai motor, kampanye terbuka, dan janji-janji yang diumbar oleh para caleg.

Untuk sementara ini, dunia seakan beristirahat dan mulai kembali berjalan normal.
Pesta demokrasi 9 April kemarin, bukan hanya berlalu begitu saja. Momen tersebut tentunya menyisakan beberapa kejadian yang bisa dibilang jarang terjadi. Walaupun proses rekapitulasi suara oleh KPU masih berjalan dan belum final, tapi banyak juga caleg yang langsung mengambil langkah cepat  mengantisipasi hasil quick count (hitung cepat).

Untuk caleg yang sangat percaya diri dan benar-benar yakin akan menjadi anggota legislatif, mereka langsung melakukan syukuran. Baik itu dalam bentuk jalan sehat, pengajian atau yang lainnya. Intinya mereka melakukan kampanye lagi setelah pemilu berlangsung. Mereka terlihat bangga, senang, puas, dan tak henti-hentinya berterimakasih kepada masyarakat. Tapi apakah itu cukup? Apakah cukup hanya dengan melakukan itu saja? Apakah hanya itu yang akan mereka lakukan untuk masyarakat? Seharusnya mereka belum lupa akan janji mereka. Janji yang selalu mereka umbar untuk mempromosikan diri mereka. Janji untuk membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Atau janji-janji hanya sekedar rayuan saja ?

Jika ada yang optimis, pasti juga ada yang pesimis. Pesimis memang diperbolehkan, tapi jangan sampai berlebihan dan malah memancing keributan. Seperti yang terlihat di layar televisi, lantaran merasa ditipu karena tidak dipilih oleh warganya, caleg itu meminta kembali barang yang telah ia berikan. Ada yang kompor, uang atau sejenisnya. Tanpa rasa malu lagi, mereka memintanya kembali dengan paksa. Sungguh ironis memang.

 Tapi inilah pemilu. Pasti ada sisi baik dan buruknya. Dari luar terlihat baik, lancar, tetapi ada beberapa keburukan yang terselubung secara kasap mata. Politi uang ataupun jual beli suara belum benar-benar hilang dari masyarakat kita. Tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh semua orang itu jelas melanggar peraturan.

Jadi apakah kita bisa berubah? Apakah kita mampu untuk 100% menghilangkan budaya kotor itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar